Menakar Karakter Jokowi & Prabowo Jika Kalah dalam Kontes Pilpres 2014
Oleh: Marlin Bato
"Lain Ladang Lain Belalang"
Mungkin itulah pepatah kuno yang tepat untuk mengekspresikan situasi
politik saat ini. Beda Jokowi, beda pula Prabowo. Jokowi anak petani
seorang tukang mebel lulusan UGM, sedangkan Prabowo mantan jenderal
[dipecat dengan cara tidak hormat], anak orang kaya era rezim orde baru,
lulusan program pelatihan militer Amerika pada tahun 1980.
Secara holistik jika dikomparasikan, keduanya memiliki sifat dan
karakter yang sangat jauh berbeda. Jokowi cenderung low profil namun
juga cukup tegas, sedangkan Prabowo termasuk kategori sosok yang
tempramental [mungkin karena dipengaruhi doktrin militerismenya. Jokowi,
selalu menangani setiap persoalan dengan cara yang cakap, elegan, cepat
dan tepat sasaran, sedangkan Prabowo cenderung meletup, meledak-ledak
bak molotov low eksplosif, juga tampak kurang cakap dalam menangani
persoalan. Hal ini dapat dicermati melalui rekam jejak [track record],
juga kehidupan pribadinya. Itulah yang membuat beliau minim prestasi.
Lantas bagaimana ekspresi kedua figur bila menghadapi kekalahan dalam
Pilpres nanti??
Mencerna gambaran singkat diatas, agaknya kita dapat merekah-rekah
bagaimana keduanya jika menghadapi situasi yang demikian. Kalah dalam
pertarungan adalah sebuah konsekuensi yang siap dihadapi oleh setiap
kontestan. Meskipun demikian, tentu masing-masing akan meluapkan dalam
ciri dan cara yang berbeda pula. Ada sebuah adagium Yunani kuno yang
berbunyi; "Seorang jenderal yang baik tidak hanya melihat jalan menuju
kemenangan, tetapi juga tahu kapan kemenangan adalah mustahil". Karena
itu, seorang jenderal yang baik, harus sesuai dengan kriteria Polybus,
sang penyair Yunani itu.
Melihat aura dan geliat politik jelang pilpres tahun 2014 ini, penulis
mencoba menangkap suatu particular message [pesan khusus] bahwa pilpres
kali ini berlangsung sangat rumit, alot dan sengit, berbeda dengan
pilpres tahun 2009 lalu. Agaknya adagium Polybus sang penyair Yunani ini
tidak berlaku bagi salah satu kandidat terutama Prabowo. Karena itu,
mari kita mengurai satu persatu.
Jokowi, memang bukan jenderal seperti seterunya, namun ia dapat
menempatkan diri layaknya seorang jenderal. Semua terbaca lewat bahasa
lisan maupun gestrue yang ia tampilkan. Meskipun kalah, Jokowi
senantiasa memposisikan diri layaknya seperti jenderal yang baik, sesuai
dengan kriteria Polybus tersebut. Ia akan mampu menerima kekalahan
dengan hati yang ihklas, tampak seperti aura low profil yang dihadirkan
selama ini. Itulah ciri seorang jenderal yang baik. Ia tahu, sang
jenderal pun harus siap menerima kemenangan yang mustahil. Jokowi adalah
sosok petarung ulung yang mampu bertahan dimedan laga meskipun jika
gagal nantinya. Lalu bagaimana dengan Prabowo??
Prabowo seorang jenderal, didikan era rezim orde baru. Melihat dari
karakternya, Prabowo bukanlah petarung sejati. Bukan pula mortal kombat.
Hal itu muncul kasat mata dan kasat kata pada saat geliat politik yang
semakin memanas akhir-akhir ini. Setiap statementnya tampak selalu
dipenuhi kebencian dan kedengkian. Beliau belum sepenuhnya menguasai
libido dan emosinya. Selalu mudah menjustifikasi lawan-lawan politiknya
terutama Megawati & Jokowi dengan kalimat-kalimat yang sepatutnya tidak
layak muncul dari seorang calon pemimpin.
Tampaknya memang adagium Polybus ini tidak berlaku bagi diri Prabowo.
Seharusnya ia sadar bahwa jenderal yang baik harus tahu ketika
kemenangan tak mungkin diraih, maka mengubah strategi propaganda adalah
hal yang mungkin saja terjadi dalam setiap pertempuran untuk meraih
sebuah kemenangan. Tapi mungkin itu bukan prinsip dasar yang dianut
Prabowo. Atau mungkin saja dikarenakan sebagai seorang mantan jenderal,
beliau lebih mengedepankan motto Kopassus yang berbunyi: "Lebih baik
pulang tinggal nama dari pada gagal dimedan laga".
Lewat guratan ini, penulis ingin mengemukakan satu hal bahwa Jokowi
lebih bersikap ksatria layaknya jenderal ketimbang Prabowo seperti
kriteria adagium Yunani kuno tersebut. Dan Prabowo, akan sulit menerima
kekalahan jika tetap menyandang motto Kopassus tersebut. Jika sudah
sedemikian tempramentalnya, maka sampai kapan pun Prabowo tidak akan
sukses dalam sebuah tertarungan presisius.
Sampai di akhirul opini, penulis ingin bertanya-tanya kepada menikmat
tulisan ini; Bagaimana nama anda bisa pulang dari medan laga jika ada
peristiwa-peristiwa konyol yang menghiasi kegagalan anda??(***)