Terbit pada:Jumat, 04 Juli 2014
Ditulis oleh: Unknown
Keberpihakan Jakarta Post ke Jokowi Disorot Media Asing
Dalam tulisan edisi Jumat, 4 Juli 2014 , media itu menyebut ini merupakan kali pertama dalam sejarah media cetak seperti The Jakarta Post memilih untuk berpihak terhadap salah satu calon.
Pemilihan Presiden Indonesia yang akan digelar pada Rabu, 9 Juli 2014, tulis Channel News Asia semakin ketat. Hal itu lantaran Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 3 Juli 2014 memutuskan pesta demokrasi itu hanya akan berlangsung satu putaran.
Sementara Presiden SBY yang saat ini menduduki kursi nomor satu di RI, tidak bisa lagi ikut mencalonkan diri.
Kandidat yang maju dalam pilpres pun hanya dua pasang, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Bentuk dukungan terhadap Joko-Kalla, ditulis Jakarta Post dengan judul "Mendukung Jokowi" di kolom opini mereka.
"Post merasa berkewajiban untuk secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap pencalonan Joko "Jokowi" Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 9 Juli. Ini merupakan bentuk dukungan yang tidak mudah kami berikan," tulis editorial Jakarta Post yang diterbitkan dalam situs online mereka.
Jakarta Post menulis ketika hal yang dipertaruhkan begitu tinggi, maka tidak ada lagi yang dinamakan netralitas. Harian yang telah berdiri selama 31 tahun itu menyatakan alasan mereka mendukung kandidat capres dan cawapres nomor urut dua, karena calon lainnya terlalu banyak mengisi daftar kotak perbuatan negatif.
"Di saat yang bersamaan kami takut kandidat ini justru bergabung dengan kelompok Islam garis keras yang akan menghancurkan sekulerisme negara ini. Preman religi yang akan mengajukan agenda intoleran, berkampanye yang menyoroti polarisasi isu tertentu untuk kepentingan jangka pendek," papar editor Jakarta Post.
Belum lagi, lanjut editor Jakarta Post, mereka tidak habis pikir soal rekam jejak di masa lalu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kandidat itu.
Kendati telah menjatuhkan pilihan, namun Jakarta Post berjanji akan tetap menjaga netralitas mereka dalam pemberitaan.
"Tulisan kami selalu ditentukan pada nilai-nilai yang dipegang teguh oleh Post yakni pluralisme, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan reformasi," ujar media itu.
Namun, Jakarta Post merasa tidak bisa duduk diam dan tidak melakukan apa pun.
"Kami tidak berharap dukungan kami ini dapat mempengaruhi keputusan pembaca," tulis Jakarta Post.
Di saat yang bersamaan, Channel News Asia turut melampirkan kolom editorial harian berbahasa Inggris The Jakarta Globe. Dalam tulisan berjudul "Proses Politik dan Netralitas Pers" yang diterbitkan pada Kamis, 3 Juli 2014, menampilkan sudut pandang yang kontras dari Jakarta Post.
Menurut Globe, netralitas media akan tetap dibutuhkan untuk membuat laporan kritis mengenai kinerja pemerintah demi kepentingan rakyat Indonesia.
"Dalam semangat untuk menurunkan tensi konflik dan sekaligus mempromosikan kebaikan pemilu, maka kami sebagai media harus kembali menegaskan netralitas," tulis editor Globe.
Editor Globe melanjutkan pers adalah pilar keempat dari demokrasi.
"Dan kami meyakini dengan netralitas itu akan membuat peran kami lebih baik, mengingatkan kedua pihak untuk bersikap adil dan jujur. Kami percaya netralitas akan membuat kami membuat laporan yang tidak bias dan kritis. Justru dengan tidak berpihak ke satu sisi, kami tetap menjaga keseimbangan dalam penulisan dan membuat laporan," tulis Globe.
Mereka menutup kolom editorialnya dengan mengatakan siapa pun yang akan menjadi pemimpin Indonesia, maka akan disambut secara baik. (vvn)
Kandidat yang maju dalam pilpres pun hanya dua pasang, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Bentuk dukungan terhadap Joko-Kalla, ditulis Jakarta Post dengan judul "Mendukung Jokowi" di kolom opini mereka.
"Post merasa berkewajiban untuk secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap pencalonan Joko "Jokowi" Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 9 Juli. Ini merupakan bentuk dukungan yang tidak mudah kami berikan," tulis editorial Jakarta Post yang diterbitkan dalam situs online mereka.
Jakarta Post menulis ketika hal yang dipertaruhkan begitu tinggi, maka tidak ada lagi yang dinamakan netralitas. Harian yang telah berdiri selama 31 tahun itu menyatakan alasan mereka mendukung kandidat capres dan cawapres nomor urut dua, karena calon lainnya terlalu banyak mengisi daftar kotak perbuatan negatif.
"Di saat yang bersamaan kami takut kandidat ini justru bergabung dengan kelompok Islam garis keras yang akan menghancurkan sekulerisme negara ini. Preman religi yang akan mengajukan agenda intoleran, berkampanye yang menyoroti polarisasi isu tertentu untuk kepentingan jangka pendek," papar editor Jakarta Post.
Belum lagi, lanjut editor Jakarta Post, mereka tidak habis pikir soal rekam jejak di masa lalu pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kandidat itu.
Kendati telah menjatuhkan pilihan, namun Jakarta Post berjanji akan tetap menjaga netralitas mereka dalam pemberitaan.
"Tulisan kami selalu ditentukan pada nilai-nilai yang dipegang teguh oleh Post yakni pluralisme, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan reformasi," ujar media itu.
Namun, Jakarta Post merasa tidak bisa duduk diam dan tidak melakukan apa pun.
"Kami tidak berharap dukungan kami ini dapat mempengaruhi keputusan pembaca," tulis Jakarta Post.
Di saat yang bersamaan, Channel News Asia turut melampirkan kolom editorial harian berbahasa Inggris The Jakarta Globe. Dalam tulisan berjudul "Proses Politik dan Netralitas Pers" yang diterbitkan pada Kamis, 3 Juli 2014, menampilkan sudut pandang yang kontras dari Jakarta Post.
Menurut Globe, netralitas media akan tetap dibutuhkan untuk membuat laporan kritis mengenai kinerja pemerintah demi kepentingan rakyat Indonesia.
"Dalam semangat untuk menurunkan tensi konflik dan sekaligus mempromosikan kebaikan pemilu, maka kami sebagai media harus kembali menegaskan netralitas," tulis editor Globe.
Editor Globe melanjutkan pers adalah pilar keempat dari demokrasi.
"Dan kami meyakini dengan netralitas itu akan membuat peran kami lebih baik, mengingatkan kedua pihak untuk bersikap adil dan jujur. Kami percaya netralitas akan membuat kami membuat laporan yang tidak bias dan kritis. Justru dengan tidak berpihak ke satu sisi, kami tetap menjaga keseimbangan dalam penulisan dan membuat laporan," tulis Globe.
Mereka menutup kolom editorialnya dengan mengatakan siapa pun yang akan menjadi pemimpin Indonesia, maka akan disambut secara baik. (vvn)