Terbit pada:Minggu, 15 Juni 2014
Ditulis oleh: Unknown
Ini Sejarah Terbentuknya Kota Kotamobagu
Bicara sejarah Kotamobagu tidak bisa lepas dari Bolaang Mongondow.Penduduk asli Bolaang Mongondow berasal dari keturunan Gumalangit dan
Tendeduata serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat. Awalnya mereka tinggal
di gunung Komasaan (Bintauna).
Kemudian menyebar ke timur di tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli',
Ginolantungan sampai ke pedalaman tudu in Passi, tudu in Lolayan, tudu
in Sia', tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow dan lain-lain. Peristiwa
perpindahan ini terjadi sekitar abad 8 dan 9. Nama Bolaang berasal dari
kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut. Bolaang atau golaang
dapat pula berarti menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap,
sedangkan Mongondow dari kata 'momondow' yang berarti berseru tanda
kemenangan.
Desa Bolaang terletak di tepi pantai utara yang pada abad 17 sampai
akhir abad 19 menjadi tempat kedudukan istana raja, sedangkan desa
Mongondow terletak sekitar 2 km selatan Kotamobagu. Daerah pedalaman
sering disebut dengan 'rata Mongondow'. Dengan bersatunya seluruh
kelompok masyarakat yang tersebar, baik yang yang berdiam di pesisir
pantai maupun yang berada di pedalaman Mongondow di bawah pemerintahan
Raja Tadohe, maka daerah ini dinamakan Bolaang Mongondow.
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh seorang
Bogani (laki-laki atau perempuan) yang dipilih dari anggota kelompok
dengan persyaratan : memiliki kemampuan fisik (kuat), berani, bijaksana,
cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok
dan keselamatan dari gangguan musuh. Mokodoludut adalah punu' Molantud
yang diangkat berdasarkan kesepakatan seluruh bogani. Mokodoludut
tercatat sebagai raja (datu yang pertama). Sejak Tompunu'on pertama
sampai ketujuh, keadaan masyarakat semakin maju dengan adanya pengaruh
luar (bangsa asing).
Perubahan total mulai terlihat sejak Tadohe menjadi Tompunu'on, akibat
pengaruh pedagang Belanda dirubah istilah Tompunu'on menjadi Datu
(Raja). Tadohe dikenal seorang Datu yang cakap, sistem bercocok tanam
diatur dengan mulai dikenalnya padi, jagung dan kelapa yang dibawa
bangsa Spanyol pada masa pemerintahan Mokoagow (ayah Tadohe). Tadohe
melakukan penggolongan dalam masyarakat, yaitu pemerintahan (Kinalang)
dan rakyat (Paloko'). Paloko' harus patuh dan menunjang tugas Kinalang,
sedangkan Kinalang mengangkat tingkat penghidupan Paloko' melalui
pembangunan disegala bidang, sedangkan kepala desa dipilih oleh rakyat.
Tadohe berhasil mempersatukan seluruh rakyat yang hidup berkelompok
dengan boganinya masing-masing, dan dibentuk sistem pemerintahan baru.
Seluruh kelompok keluarga dari Bolaang, Mongondow (Passi dan Lolayan),
Kotabunan, Dumoga, disatukan menjadi Bolaang Mongondow.
Di masa ini mulai dikenal mata uang real, doit, sebagai alat
perdagangan. Pada zaman pemerintahan raja Corenelius Manoppo, raja ke-16
(1832), agama Islam masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Gorontalo
yang dibawa oleh Syarif Aloewi yang kawin dengan putri raja tahun 1866.
Karena keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu dianggap
sebagai agama raja, sehingga sebagian besar penduduk memeluk agama Islam
dan turut mempengaruhi perkembangan kebudayaan dalam beberapa segi
kehidupan masyarakat. Sekitar tahun 1867 seluruh penduduk Bolaang
Mongondow sudah menjadi satu dalam bahasa, adat dan kebiasaan yang sama
(menurut N.P Wilken dan J.A.Schwarz). P
ada tanggal 1 Januari 1901, Belanda dibawa pimpinan Controleur Anton
Cornelius Veenhuizen bersama pasukannya secara paksa bahkan kekerasan
berusaha masuk Bolaang Mongondow melalui Minahasa, setelah usaha mereka
melalui laut tidak berhasil dan ini terjadi pada masa pemerintahan Raja
Riedel Manuel Manoppo dengan kedudukan istana raja di desa Bolaang.
Raja Riedel Manuel Manoppo tidak mau menerima campur tangan pemerintahan
oleh Belanda, maka Belanda melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja
dan mendirikan komalig (istana raja) di Kotobangon pada tahun 1901. Pada
tahun 1904, dilakukan perhitungan penduduk Bolaang Mongondow dan
berjumlah 41.417 jiwa.
Pada tahun 1906, melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja Bolaang
Mongondow, W. Dunnebier mengusahakan pembukaan Sekolah Rakyat dengan
tiga kelas yang dikelola oleh zending di beberapa desa; yakni : desa
Nanasi, Nonapan, Mariri Lama, Kotobangon, Moyag, Pontodon, Pasi, Popo
Mongondow, Otam, Motoboi Besar, Kopandakan, Poyowa Kecil dan Pobundayan
dengan total murid sebanyak 1.605 orang, sedangkan pengajarnya
didatangkan dari Minahasa.
Pada tahun 1937 dibuka di Kotamobagu sebuah sekolah Gubernemen, yaitu
Vervolg School (sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung lepasan
sekolah rakyat 3 tahun.
Ibukota Bolaang Mongondow sebelumnya terletak disalah satu tempat di
kaki gunung Sia' dekat Popo Mongondow dengan nama Kotabaru. Karena
tempat itu kurang strategis sebagai tempat kedudukan controleur, maka
diusahakan pemindahan ke Kotamobagu dan peresmiannya diadakan pada bulan
April 1911 oleh Controleur F. Junius yang bertugas tahun 1910-1915. Pada
tahun 1911 didirikan sebuah rumah sakit di ibukota yang baru Kotamobagu.
Rakyat mulai mengenal pengobatan modern, namun ada juga yang masih
mempertahankan dan melestarikan pengobatan tradisional melalui
tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat dan sampai sekarang dibudayakan
secara konvensional.
Sejak semula, masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam cara
kehidupan bergotong royong yang masih terpelihara dan dilestarikan terus
sampai sekarang ini, yaitu : Pogogutat (potolu adi'), Tonggolipu,' Posad
(mokidulu). Tujuan kehidupan bergotong royong ini sama, namun cara
pelaksanaaannya agak berbeda. Penduduk pedalaman yang memerlukan garam
atau hasil hutan, akan meninggalkan desanya masuk hutan mencari damar
atau ke pesisir pantai memasak garam (modapug) dan mencari ikan.
Dalam mencari rezeki itu, sering mereka tinggal agak lama di pesisir,
maka disamping masak garam mereka juga membuka kebun. Tanah yang mereka
tempati itulah yang disebut Totabuan yang dapat diartikan sebagai tempat
mencari nafkah. Bila ada tamu yang bertandang pada masa kerajaan,
biasanya disuguhi sirih pinang, tamu pria atau wanita terutama orang
tua. Sirih pinang diletakkan dalam kabela' (dari kebiasaan ini
diciptakan tari kabela sebagai tari penjemput tamu). Tamu terhormat
terutama pejabat di jemput dengan upacara adat.
Tarian Kabela sampai saat ini tetap lestari di bumi Totabuan. Tarian
yang ada di Bolaang Mongondow cukup beragam diantaranya tarian
tradisional yang terdiri dari Tari Tayo, Tari Joke', Tari Mosau, Tari
Rongko atau Tari Ragai, Tari Tuitan; juga tarian kreasi baru seperti
Tari Kabela, Tari Kalibombang, Tari Pomamaan, Tari Monugal, Tari
Mokoyut, Tari Kikoyog dan Tari Mokosambe.
Upacara monibi terakhir diadakan pada tahun 1939 di desa Kotobangon
(tempat kedudukan istana raja) dan di desa Matali (tempat pemakaman raja
dan keturunannya).
Transmigran ke Bolaang Mongondow pertama kali datang pada tahun 1963
dengan jumlah 1.549 jiwa (349 KK) & ditempatkan di Desa Werdhi Agung.
Para transmigran berikutnya ditempatkan di desa Kembang Mertha (1964),
Mopuya (1972/1975), Mopugad (1973/1975), Tumokang (1971/1972), Sangkub
(1981/1982), Onggunai (1983/1984), Torosik (1983/1984) dan Pusian/Serasi
1992/1993). lengkapnya lihat hal. 90. Setelah Proklamasi 17 Agustus
1945, Bolaang Mongondow menjadi bagian wilayah Propinsi Sulawesi yang
berpusat di Makassar, kemudian tahun 1953 berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 11 Tahun 1953 Sulawesi Utara dijadikan sebagai daerah
otonom tingkat I.
Bolaang Mongondow dipisahkan menjadi daerah otonom tingkat II mulai
tanggal 23 Maret 1954, sejak saat itu Bolaang mongondow resmi menjadi
daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan
PP No.24 Tahun 1954.
Atas dasar itulah, mengapa setiap tanggal 23 Maret seluruh rakyat
Bolaang Mongondow selalu merayakannya sebagai HUT Kabupaten Bolaang
Mongondow.
Seiring dengan Nuansa Reformasi dan Otonomi Daerah, telah dilakukan
pemekaran wilayah dengan Kota Kotamobagu melalui Undang-Undang RI No. 4
Tahun 2007 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Bolaang Mongondow.
Tujuan utama pembentukan Kota Kotamobagu adalah untuk memajukan daerah,
membangun kesejahteraan rakyat, memudahkan pelayanan, dan memobilisasi
pembangunan bagi terciptanya kesejahteraan serta kemakmuran rakyat
totabuan.
Sumber: humas pemkot Kota Kotamobagu. (***)