OPINI: "Hantu" 100 Hari Presiden Jokowi
SENIN 20 Oktober 2014, kita sebagai warga negara Indonesia, baru saja menyaksikan perpindahan tongkat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Ya benar! Jokowi-JK resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden ke-7 Republik Indonesia di gedung DPR/MPR Senayan Jakarta.Malam harinya disusul dengan pesta rakyat yang digelar di Tugu Monas oleh para simpatisan Jokowi-JK. Namun, mulai hari ini kita menunggu langkah pasti mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta ini dalam solusi menyejahterakan masyarakat lima tahun ke depan.
Presiden yang kita kenal sebagai sosok pemegang “tangan” rakyatnya ini, seiring dengan gaya blusukannya, dinantikan oleh seluruh rakyat dari Sabang sampai Merauke. Yang menjadi pertanyaan kini adalah, apakah Jokowi masih siap dengan gaya blusukannya? Terhitung jika semua daerah di Nusantara ini menjadi wilayah blusukan maka agenda Presiden akan habis dengan “Blusukan”nya itu.
Padahal sebenarnya, rakyat sangat menantikan pernyataan resmi Jokowi tentang program 100 harinya. Sampai saat ini, Jokowi belum pernah mengungkapkan apa yang akan dikerjakannya pada 100 hari pemerintahannya. Di televisi maupun media lainnya, dia malah lebih banyak ditanya dan bercerita tentang sosok yang akan dipilihnya sebagai menteri.
Ranum permasalahan, yakni menteri yang dibahas dan BBM (bahan bakar minyak) yang bermasalah. Pasokan BBM bersubsidi yang kita tahu selama ini lancar, pasca Pilpres 9 Juli 2014 lalu, pasokannya terpaksa dikurangi PT. Pertamina. Kalau tidak dikurangi, kabarnya stok BBM bersubsidi hanya cukup sampai November 2014.
Akibatnya, rakyat kesulitan memperoleh BBM bersubsidi. Antrian kendaraan mulai mengular di hampir semua SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di tanah air. Bak tak ada harapan, sulitnya memperoleh BBM bersubsidi berdampak kepada naiknya ongkos angkutan dan melonjaknya harga barang. Lokalnya, di Kota Kotamobagu sebagai sampel, fakta yang terjadi pada pengurangan kuota ini, BBM berjenis Solar pun yang sudah mengurangi jam operasinya, tak memakan waktu setengah hari, Solar di SPBU sudah kehabisan stok.
Sesungguhnya, kelangkaan BBM bersubsidi inilah sebagai ujian perdana pada 100 hari pemerintahan Jokowi-JK. Sang presiden rakyat ini tidak mungkin mengelak dari badai kelangkaan BBM yang sedang melanda Indonesia. Jokowi-JK harus bisa mengatasi masalah kelangkaan BBM ini. Sayangnya, dalam prioritas program kerja yang disusun Tim Transisi belum dijelaskan langkah strategis yang akan ditempuh Jokowi-JK untuk menghadapi urusan ini.
Saat itu, dalam hangatnya pembahasan pembatasan kuota, entah keceplosan, tiba-tiba Jokowi meminta Presiden SBY segera menaikkan harga BBM bersubsidi. Permintaan ini terkesan aneh dan menghebohkan. Pasalnya, setiap kali pemerintahan pimpinan SBY akan menaikkan harga BBM bersubsidi, Fraksi PDIP di DPR-RI yang paling keras menentangnya. Malah, saat melihat kembali jejak jokowi yang saat itu masih menjadi Wali Kota Solo, Jokowi pernah ikut turun ke jalan menolak kenaikan BBM.
Sikap aneh Jokowi memberi kesan bahwa pemerintahannya khawatir melahirkan kebijakan yang tidak populis. Istilah populernya, ada udang di balik batu. Dalam pernyataannya, dia mengaku siap mengambil kebijakan yang tidak populis untuk menyelamatkan negara. Sebenarnya rakyat tahu maksud dari Jokowi bahwa kebijakan tidak populis itu biarlah di era pemerintahan lama, bukan di era dia.
Itulah bentuk rasa khawatir yang amat sangat. Cukup dimaklumi jika Jokowi akhirnya keceplosan komentar. Pengguna media sosial menyebut gagasan Jokowi itu cerdas, tetapi mudah dibaca. Namun apa daya, omongan yang sudah keluar bukan lagi milik kita, tetapi sudah menjadi milik publik.
Kita tahu, seberat apa pun tekanannya, SBY cenderung memilih soft landing daripada menerbitkan komando yang dapat menciderai akhir karirnya. Sampai hari pelantikan Jokowi-JK tiba, SBY tidak pernah berpikir untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Kini, Jokowi dengan penuh cemas menanti datangnya “hantu” kelangkaan BBM bersubsidi. Ditambah lagi “hantu” yang lain bernama Koalisi Merah Putih (KPM) Prabowo Subianto yang sudah mengaku siap sebagai penyeimbang sekaligus kritikus dalam pemerintahan Jokowi-JK saat ini.
Semoga program 100 hari Jokowi-JK mampu mengatasi masalah BBM lebih cepat, seperti slogan yang sering dikatakan Wakil Presidennya, Jusuf Kalla, “lebih cepat lebih baik”.
Oleh: David Sumilat (Jurnalis)